
Cinta
Anak Kampus
Oleh: Hikma Agustin
“Ya
Allah, aku kesiangan lagi bangunnya.”
Kuliah
pagi adalah perjuangan yang sangat berat bagi saya. Tapi kewajiban untuk
mengikuti setiap perkuliahan membuat saya berusaha sekuat tenaga untuk bangun
pagi. Bergegas berangkat ke kampus menggunakan motor dengan kecepatan yang
sangat kencang. Setelah sampai dan memarkirkan motor layaknya pembalap, akupun bergumam
pada diri sendiri.
“Mampus…
mampuss… aku telat…. Masih boleh masuk gak iya kira-kira” gumamku.
Berlari
menyusuri jalan kampus sambil sesekali menerima sapaan kawan-kawan yang memberi
lambaian salam hangat buat untukku, itu sudah menjadi kebiasaan jika sedang
berada dikampus. Di depan lift kampus sesekali membuka buku memeriksa ada yang
tertinggal atau ada yang kurang.
Tak
sadar saat pintu lift terbuka dan ada seorang pria tinggi tegap dan sangat
gagah didalam lift, wajahnya putih bersih dengan kemeja krem kotak-kotak celana
jeans biru itu terlihat sangat keren dan elegan.
“Mau
masuk iya?” menyapaku dengan lembut
“Eh..i…iya,
maaf.” Ucapku mencoba menyapa kembali.
Aku
masuk ke dalam lift saat aku menyentuh tombol tutup, tanpa sengaja pria itu
juga menyentuh tomol tutup. Jari kami saling bersentuhan membuat kami sama-sama
terkejut dan saling minta maaf seraya aku menekan tombol lantai 7. Hal ini
sontak membuat jantungku bergejolak. Lantai 2 ke lantai 7 seharusnya sangat
dekat dan cepat. Tapi kali ini tidak biasa. Pergerakan lift terasa sangat
lambat dan membuat aku semakin salah tingkah, sesekali mataku tertuju pada sosok
disampingku.
Selama
di kampus baru kali ini aku melihat pria itu, mungkin karena sosok lelaki
tinggi tegap yang berdiri disampingku membuat aku berfikir satu sosok yang
mencuri perhatianku diantara ribuan mahasiswa. Pikiranku terus melayang tak
tentu arah dan dadaku semakin berdegub kencang tanpa memahami apa yang sedang
terjadi.
“Hai,
nama kamu hikma kan?” entah angin apa yang membuat sesosok itu menyapaku
seakan-akan berkenalan didalam lift.
“Eh…
iya, kamu tau dari mana? Aku mencoba menyapanya kembali dan berusaha bersikap
biasa.
Tak
sempat lagi bibirnya menjawab pertanyaanku pintu lift terbuka dan pria itu
melenggang sambil mengedipkan matanya kearah ku. Aku yang terkejut dengan apa
yang terjadi beberapa saat sebelumnya, dengan bibir yang menganga namun tak
mampu lagi mengungkapkan apapun. Seharusnya itu bukan sesuatu yang aneh bagi ku,
namun apa yang terjadi barusan bener-bener mencuri perhatianku. Ingatanku
tentang pria itu masih kuat di dalam otakku. Hanya saja dia yang berhasil
membuat ku terdiam dan terpaku tak berdaya pada sesuatu yang seharusnya sudah
biasa namun kali ini bener-bener luar biasa.
0 komentar:
Post a Comment