Sumber Gambar : http://www.esuhai.com/news/3DA87/Dieu-Ky-Dieu-Cua-Cho-Di-Va-Nhan-Lai.html
Pesawat siang
itu akan berangkat pada pukul 14:30 WIB, Ofi mengangkat koper dan tas-tas yang
dia bawa dari rumahnya. Siang itu, cuaca terasa sangat panas, sinar matahari
masuk melalui jendela kamar yang Ofi tempati, hati Ofi terasa berdebar karena
ia baru saja mendapat kabar gembira. Untuk beberapa jam kedepan ia akan
beradaptasi dengan lingkungan baru, dengan wajah-wajah baru dan kehidupan baru
bahkan mungkin ia akan bertemu dengan
spesies baru yang menyamar jadi manusia dan bisa melayang-layang diudara, entahlah. Afrina dan Heru membantu Ofi
mengangkat koper dan tasnya ke mobil, mereka akan mengantar Ofi hingga bandara
Sultan Syarif Kasim II.
Dedaunan siang
itu terlihat sangat hijau, halaman rumah Afrina sangat rapi, rerumputan telah
di pangkas hingga terlihat seperti karpet hijau yang lembut dan menentramkan
hati yang telah lama kosong, ditambah gagal
move on, seolah-olah Ofi bisa guling-guling imut lalu menggelepar
disepanjang rerumputan itu. Semalaman Ofi menginap dirumah Afrina sekaligus
melepas rindu karena telah lama tidak bertemu. Afrina sekarang tinggal di kota
Pekanbaru, 3 jam perjalanan dari rumah Ofi. Cukup jauh memang kalo ditempuh
dengan kaki manusia, sayangnya Pemerintah Pekanbaru belum menyediakan lapangan
khusus untuk parkiran elang atau naga, jadi dengan berat hati, Ofi terpaksa
naik mobil dari kotanya ke Pekanbaru. Sedangkan naga dan elang terbang yang
telah ia pelihara selama ini dimasukkan kembali ke dalam telur sebelum siap
untuk di tetasin lagi. Kaya di film pokemon
gitu.
Afrina, Heru dan
Yua adalah 3 sahabat Ofi sejak mereka duduk di bangku SMA. Persahabatan yang
konyol dan tidak ada kejelasan kapan mereka terbentuk ini, telah berjalan
selama kurang lebih 3 tahun. Seperti HTS (Hubungan Tanpa Status) yang lagi ngetrend-ngetrend nya di kalangan remaja
zaman sekarang. Padahal secara harfiah, seorang wanita itu butuh kejelasan,
tetapi diantara 3 wanita yang tergabung dalam komplotan persahabatan ini tidak
ada yang menuntut kejelasan dari seorang Heru. Atau jangan-jangan ……… (isi sendiri)
Hanya saja kali
ini Yua tidak ikut mengantar Ofi ke bandara karena urusan pekerjaan. Setelah
lulus SMA, Yua memutuskan untuk bekerja karena keterbatasan biaya untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih serius, maksudnya kuliah bukan nikah.
“Udah semua kan Fi?? Ga ada yang
tinggal kan ??” Tanya Afrina sambil menunggu di pintu mobil.
“Kayanya gak deh Fin” Sahut Ofi.
“Yaudah , ayo kita berangkat.. ntar
lo ketinggalan pesawat lagi Fi, lagian kita belum grouvie kan selama lo
disini” Nada Heru meyakinkan Ofi untuk bergegas masuk ke dalam mobil. Karena grouvie atau selfie hukumnya fardhu ‘ain (wajib)
bagi anak-anak zaman sekarang, terlebih apabila bisa menggunakan efek-efek sexy lips dan bikin daun-daun yang
sejatinya berwarna hijau menjadi biru. Gemes tapi geli.
“Yok!!” Ofi masuk ke dalam mobil.
Mobil Heru
melesat dengan santai menuju bandara, mereka sengaja berangkat lebih awal agar
bisa menikmati kebersamaan selama mereka berada di bandara nanti. Jarak dari
rumah Afrina ke bandara tidak terlalu jauh, sehingga tidak butuh waktu lama
untuk sampai ke bandara. Siang itu Heru
mengemudikan mobilnya dengan lincah,ia menggunakan baju kaos kemeja abu-abu dan
celana levis hitam, sayangnya paparan ini tidak bisa dilantunkan untuk
menceritakan sempak apa yang di pakai Heru saat itu, Heru menekan pedal gas dan
rem mobil dengan penuh kasih sayang. Afrina duduk di samping Heru sedangkan Ofi
duduk di belakang seperti joki tri in wan.
“Eh, menurut lo, berita tadi
beneran gak?” Ofi membuka pembicaraan.
“Lah.. yang dapet kabar kan elo,Fi
bukan kita, menurut lo gimana??.” Sahut Heru
“Semoga aja beneran,Fi.” Harap
Afrina.
“Aamiin” Heru dan Ofi serempak.
Meskipun Ofi
sudah mendapat kepastian tentang “Sebuah Berita” yang baru ia dengar siang itu,
hatinya tetap saja belum percaya, fikiran Ofi melayang-layang entah kemana.
Berandai-andai dengan sejuta imajinasi yang ia punya. Mobil Heru baru saja melewati lampu merah pertama sebelum ke bandara. Ada 3
kali lampu merah yang harus mereka lewati sebelum sampai ke bandara.
“Eh, tapi lo kalo disana harus
hati-hati ya Fi, denger-denger disana itu banyak orang jahat. Ntar kalo lo
digangguin orang, lo panggil nama gue 3 kali. Lo teriak-teriak histeris aja
kaya di sinetron-sinetron gitu..” Heru mulai ngelantur.
“Heuuu… Emangnya kalo gue diapa-apain,trus
nyebut nama lo 3 kali bakalan lari tuh penjahat?? Yang ada malah gue dikira
lagi latihan topeng menyetan” Ofi mulai sewot.
“Hahahah…Siapa tau mereka takut
sama Babang Heru yang tamvan ini. Heheh. “
Kekeh Heru.
“Lo fikir lo buto ijo gitu bisa
ditakutin orang. Kutu aja kalo ngeliat lo ga bakalan takut, malah lo yang
diajakin tawuran sama tuh kutu. Dasar kutil kadal !! ” Ofi ngeledek sebel
sambil melihat ke kaca spion mobil bagian dalam.
“Hahahah. Udah .. yang penting kalo
kemana-mana tah jangan sendirian,Fi. Bawa temen” Afrina memberi nasehat sambil
berselfie ria di dalam mobil.
“Bener juga tuh omongan lo Fin,
ntar gue cari temen hati deh kalo udah nyampe sana trus move on deh dari Fadly” Mata Ofi mulai berbinar-binar.
“yahhh… kumat lagi deh baper nya, dikit-dikit Fadly,
dikit-dikit Fadly,, di amah udah ke laut keleusss.”
Air liur Heru berhamburan kemana-mana saking sebel nya denger nama Fadly
(mantan Ofi).
“hahahah.. Lo udah berapa lama sih
jomblonya?? Miris banget kayanya, ato lo butuh gue iklanin di Koran gitu biar
ga jones lagi??” Gelak tawa mulai memenuhi seisi ruang mobil.
10 menit
berlalu, Afrina, Ofi dan Heru sampai di Bandara. Ofi masih punya waktu sekitar
1 jam lagi sebelum check in. Mereka
memilih memanfaatkan waktu untuk makan di sebuah restoran fast food yang berada tidak jauh dari tempat check in.
Ofi memesan
paket hemat yang paling sering ia beli jika makan di restoran ini, sedangkan
Fina dan Heru membeli paket hemat lainnya. Setelah menunggu selama 5 menit,
mereka mendapatkan apa yang mereka pesan. Wajah-wajah lapar nan buas sudah
terlihat jelas dari ketiga anak manusia ini. Heru mulai mengoyak-ngoyak paha
dan kulit ayam yang dia pesan, Afrina mengaduk-ngaduk saus sambel yang dia
ambil ke nasi sedangkan Ofi melumat habis tulang-tulang ayam yang terasa lembut
di taringnya. Jika dilihat dari kejauhan, 3 anak ini seperti burung pemakan
bangkai yang sudah puasa selama satu minggu berturut-turut, tidak bisa minum
teh es dan tersesat di Afrika Utara.
“Eh, Fi, menurut
lo persahabatan kita ini akan bertahan berapa lama?” Afrina membuka pembicaraan
sambil mengunyah nasi yang ia pesan.
“Ohokk..ohookk…
air mana air ?? “ Ofi kocar-kacir mencari air mineral. Namun yang ia dapat
hanya air soda gembira yang meletup-letup diudara, mau tidak mau ia seruput air
itu tanpa menaati rambu lalu air.
“Lo kok nanya
nya gitu sih ?? Lo udah ga percaya lagi kita bakalan tetap bersama??” Ofi
terlihat sedikit protes.
“Ya enggak
sihh.. kan lo mau ke Batam nih, gue dan Heru disini,di Pekanbaru, sedangkan Yua
juga beda kota dengan kita-kita. Jarak antara kita itu jauh banget loo Fi, gua
takut aja ntar kita ………” Afrina mengungkapkan kecemasan yang ia rasakan.
“Udah,, kita ga
boleh saling suuzon gini tau.. yakin
aja, kita itu Gold Friends (nama geng
persahabatan mereka) yang ga bakal
terpecahkan,sekalipun cuma karena jarak seupil gini” Heru mencoba menengahi
permbicaraan mereka.
“Tapi kalo upil
nya se gede upil lo kan sama aja,Ru!” Kecemasan Afrina meningkat 100 derajat
Celcius setelah mendengar kata upil .
“Hahahaha…
udah-udah.. mau jaraknya segede upil Heru, segede upil gue ataupun upil udan
pun,kita jangan mau game over sama yang namanya upil.” Ofi merasa bangga
bisa menenangkan Afrina mengenai upil.
“Yeee.. lo fikir
kita lagi main upil-upilan apah?!” Heru protes .
“Yang penting
kan ada upilnya. Upil itu ibarat kiasan. Kiasan jarak antara kita” Ofi berdiri
tegak sambil mengembangkan kedua tangannya seperti orang yang tengah berpuisi.
“Fi,, sadar Fii.
Ini lagi di tempat umum loh, lo jangan gila disini!!! ” Muka Afrina tampak
memerah karena beberapa pengunjung memperhatikan gerak-gerik Ofi dan meja
tempat mereka duduk.
Setelah merasa
kenyang, Fina dan Heru mengajak Ofi grouvie
bareng di depan tulisan “Sultan Syarif Kasim II” . Fina mempersiapkan alat selfie beserta tongsis dan mencari-cari
arah cahaya dan sudut pandang yang bagus untuk berfoto ria. Setelah merasa pas
dan mantap, aksi pun mulai dijalankan. Aneh nya,sebagai seorang laki-laki,Heru
paling bersemangat dalam melaksanakan misi unreachable
ini.
“Satu .. Dua .. Tiga
..cekreekk,, cekrekkk”
Awalnya cara
mereka bergrouvie masih terlihat
normal, namun lama kelamaan kebinalan 3 manusia ini mulai terlihat disaat Heru
mulai memanjat salah satu huruf dari tulisan “Sultan Syarif Kasim II” ini ,
orang yang berada di sekitar tempat itu melihat dengan perasaan iba, sebagian
mereka mungkin berfikir “selamatkan mata
gue dari adegan-adegan yang tidak senonoh ini,Tuhann!! OH TUHAANNN… TIDAAKK!!” ,
sebagian lagi berniat kuat untuk memanggil FBI, namun niat mereka urung karena
ketidaksiapan mental lahir dan batin. Takut kalau kalau nanti Ofi memanggil
naga atau elang yang ia pelihara selama berabad-abad lamanya. Lalu memakan
semua penduduk Pekanbaru terkhusus menghancurkan bandara itu.
Aksi ini
berhenti setelah salah seorang satpam menghampiri mereka dan mengayunkan
tongkat sakti nya, apa boleh buat, nasi telah menjadi beras, beras telah
menjadi padi, padi dimakan sapi, dan sapi melahirkan anak sapi. Ofi, Afrina dan
Heru langsung mengambil inisiatif brilian untuk lari dan masuk ke dalam
kerumunan orang ramai. Aksi kejar-kejaran itu tidak berlangsung cukup lama
karena Gold Friends telah di latih
TNI untuk hal-hal semacam ini, apalagi hanya untuk masalah kecil seperti ini.
Latihan ini sudah dimulai saat mereka masih berupa embrio imut nan lucu dan
menggemaskan.
Mereka menghela
nafas setelah melihat satpam tersebut tidak menemukan jejak mereka, Ofi
bersyukur hari ini tidak ada salju di bandara Pekanbaru ini, sehingga jejak
kaki mereka tidak bisa dilacak oleh satpam tersebut.
“Gila tu satpam,
galak bener!! Untung aja kita bisa lolos, kalo ketangkep, pasti malu” Afrina
menghela nafas panjang.
“Hahah, gue suka
adegan-adegan seperti ini, berasa jiwa anak-anak dan persahabatan kita tumbuh
lagi” Ofi tertawa sambil mengatur nafas.
“Iyaa, gue
seneng kita bias gila-gilaan kaya gini lagi “ sahut Heru.
Waktu
menunjukkan pukul 14.00 WIB, mau ga mau , Heru dan Afrina harus mengantar Ofi
ke gerbang check in . Mereka berjalan
normal seperti orang pada umumnya, seperti tidak ada masalah apapun. Heru yang
sedari tadi menggenggam ganggang koper Ofi, menyerahkan koper itu ke empunya.
“Kita bakalan
pisah disini ya?? “ Heru memastikan kepergian Ofi.
“Yaiyalaaaa..
katanya kita mau jadi anak-anak yang sukses, yaa harus berani berkorban” Ofi
mengambil kopernya dari tangan Heru.
“Tapi ntar kalo
lo jadi lupa sama kita-kita gimana?” Heru terlihat tidak rela Ofi pergi ke luar
kota.
“Lo percaya
kan?? Kita punya mimpi sendiri-sendiri yang wajib kita wujudkan, kita ga
mungkin terus stuck di satu tempat
sedangkan impian yang berani kita buat lebih gede dari diri kita sendiri. Gue
ga mungkin ngelupain orang-orang terhebat dalam hidup gue, kita udah barengan
selama beberapa tahun loo, dan kalian kenal sama gue ga Cuma sehari ato dua
hari doing kan ?? kita harus saling percaya. Kita ini anak-anak yang di
ciptakan untuk kuat” Jawab Ofi meyakinkan.
“Yaudah, lo
hati-hati ya,Fi. Jaga diri baik-baik selama lo disana.” Afrina memeluk Ofi.
“Oke , gue
percaya kok,Fi. Lo hati-hati ya” Heru menjabar tangan Ofi sambil tersenyum.
3 sahabat itu
berpisah didepan pintu masuk check in,
Ofi melangkah melewati pintu checkin,melewati
pintu pemeriksaan petugas bandara, lalu mengambil tiket dan segera menuju ke
ruang tunggu, sedangkan Afrina dan Heru melihat dari luar hingga Ofi naik escalator bandara. Ofi melempar senyum
pada kedua sahabatnya, begitu juga dengan Afrina dan Heru. Waktu terasa cepat
berlalu bagi 3 anak yang beranjak dewasa ini.
Mengenai kabar
yang Ofi dapat siang itu, ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah di
salah satu universitas di Batam, semua biaya kuliah dan uang saku ditanggung.
Ofi mengambil jurusan Teknik Multimedia dan Jaringan. Ofi, Afrina, Yua dan Heru
adalah tiga anak brokenhome yang
mencoba untuk bangkit ditengah gencarnya senjata “perceraian”. Sehingga mereka
harus berjuang mandiri untuk meraih apa yang mereka gambar dalam kertas
kehidupan.
Heru dan Afrina kembali ke rumah, satu hal yang mereka
pelajari, bahwa untuk mendapatkan apa yang mereka mau, mereka harus menukarkan
nya dengan salah satu apa yang mereka punya, istilah zaman dahulunya yaitu
“Barter” (menukarkan barang dengan barang). Sama seperti apa yang sedang mereka
alami saat ini, mereka harus rela mengorbankan kebersamaan mereka untuk meraih
kehidupan yang lebih baik, memulai dunia baru, ditempat yang baru, dengan
orang-orang baru. Tidak peduli seberapa lama barteran ini akan berlalu, yang
jelas mereka harus tetap yakin alias percaya bahwa hasil itu tidak akan
menghianati proses, begitulah kata pepatah. Lakukan saja yang terbaik yang bisa
dilakukan selama hal itu bisa bermanfaat untuk orang-orang sekitar. (df)
TO BE CONTINUED .......