Saturday, March 28, 2015

Nasihat Ikan Asin


              Pagi itu terasa sangat indah di temani rintik air yang masih menghiasi daun-daun sisa hujan tadi malam yang cukup lebat, di tambah hangatnya sang mentari yang perlahan menyinari bumi yang menerobos masuk melalui celah-celah dinding kamar ku yang terbuat dari papan. Ntah mengapa hari ini terasa sangat berbeda.  Seperti biasa setelah membuka mataku dan aku segera beranjak dari tempat tidur ku, Aku melihat ibu ku yang sedang menyiapkan sarapan untuk ku sebelum aku berangkat sekolah. Aku melihat di penggorengan ibu ku, yah benar dugaanku itu Ikan Asin goreng. Melihat hal itu aku menjadi tidak semangat untuk mengawali hari senin ku ini.
            Seketika wajahku menjadi murung sambil memegang handuk menuju kamar mandi yang hanya ditutupi oleh papan sisa pintu rumah tetangga yang di bongkar karena membangun rumah baru. Aku mengayunkan ember di dalam sumur berisikan air penuh yang cukup berat untuk seumuran anak 12 tahun sepertiku. Setelah mandi dan sambil memakai seragam, seperti biasa ibuku menghampiri ku dan membawakan sarapan untuk ku. Aku meminta uang Seratus Dua Puluh Ribu Rupiah untuk membeli seragam Olahraga. Namun ibu ku menjawab dengan tenang “sabar ya, mamak belum ada uang. Bilang kepada ibu guru mu, nanti kalau Jamu mamak banyak yang membeli kamu pasti bisa membayarnya” . dengan hati yang semakin hancur , aku menjawab “alah mamak ni, aku ni malu mak Cuma aku yang belum bayar di kelas. Kawan-kawan ku mengejek ku”. Dengan wajah memerah Aku cepat-cepat mengambil sepatu ku yang berada di belakang pintu. Saat ibu ku mengulurkan tangannya untuk menyuapiku aku menolaknya.
            Karena tidak ada jawaban dari ibu ku, aku merasa sangat marah karena permintaanku tidak di tanggapi, lalu aku menambahkan pernyataanku “ kalau kayak gini terus, aku gak mau masuk sekolah. Seleting tas ku sudah koyak , sepatu ku sempit, buku tulisku habis, dan sekarang di tambah aku tidak mampu membeli seragam olahraga”. Ibu ku segera melihat task u dan mengambil jarum-jarum peniti untuk menutup seleting tas ku yang sudah koyak, dan berkata “nih, sudah mamak perbaiki, sudah gak kelihatan kan ?”, tanpa kata-kata aku segera merampasnya ,Ibu ku hanya melihatku kemudian ia menuju dapur. Ia duduk di depan tungku, ia melihat api tungku itu dengan kekosongan ntah apa yang sedang ia pikirkan.
            Aku segera berangkat sekolah tanpa berpamitan dengan ibu ku. Aku berjalan dengan cepat karena melihat teriknya mentari yang menjadi tanda hari sudah semakin siang , sedangkan jarak dari rumah dan sekolahku cukup jauh sekitar 4km. Saat itu perasaanku sangat hancur, Aku merasa apa yang aku inginkan tidak ada di dunia ini. Apakah hidup memang sekejam ini padaku, mengapa hanya aku yang mengalami, mengapa bukan teman-temanku. Aku bertanya-tanya dalam benaku tanpa berfikir lebih jernih. Hingga sampailah aku di Sekolah Menengah Pertama ku. Jam dinding kelas menunjukan pukul 12.00 , bel pulang telah berbunyi. Saat itu aku sangat malas untuk kembali ke rumah. Aku memutuskan untuk bersinggah di rumah temanku yang belum pernah aku kunjungi. Ntah mengapa Dia menolak ku berkali-kali, namun aku tetap memaksanya karena aku tidak mau cepat-cepat pulang ke rumah. Kami berjalan berdua, aku fikir rumahnya dekat dari sekolah karena ia tidak pernah terlambat, ternyata sangat jauh, bahkan lebih jauh dari jarak rumahku. Hingga satu jam perjalanan kami sampai di perumahan liar. Dalam hatiku terkejut melihat keadaan rumahnya yang lebih buruk dari rumahku, aku di persilahkan masuk ke dalam rumahnya yang sangat sederhana. Dalam rumah itu, kamar, dapur, dan brang-barang yang tidak terpakai menjadi satu. Kulihat kedua adiknya yang masih berumur 4 dan 5 tahun sedang asik bermain-main di atas tumpukan kardus , mereka tertawa dengan polos dan terlihat raut wajah bahagia menyambut kakaknya yang membawakan nasi dan ikan asin untuk mereka dari meja makan, mereka berteriak “Asikkkk, makan enak,, yeyeyeye”, Aku tercengang melihat hal itu. Diatas tempat tidur yang hanya alakadarnya, terlihat seorang wanita tua berbaring. Ia menghampiri wanita itu, dan mengelap wajah wanita itu sambil memijat tangannya. Ia memperkenalkan aku, ya benar, ternyata itu adalah ibu nya. Ibu nya tersenyum padaku. Ternyata ibu nya menderita lumpuh sehingga tidak dapat berbicara berjalan dan melakukan aktifitas yang biasa seorang ibu lakukan. Kemudian aku di ajak temanku itu menuju lalu lintas jalan, ternyata selama ini ia menjajakan Koran menghidupi ibu nya yang sedang sakit dan kedua adiknya yang masih kecil.
            Melihat hal itu , Aku teringat kembali dengan konflik yang terjadi tadi pagi. Ntah apa yang aku fikirkan selama ini, mengapa kata Syukur sangat sulit sekali aku ucapkan. Mengapa aku tidak pernah melihat kebawah, mengapa aku hanya memandang ke langit saja.aku ingin cepat-cepat meminta maaf dengan ibu ku,  Aku segera berlari ke rumah dengan cepat dengan air mata yang terus mengalir dan dengan pikiran kosong. Tiba-tiba sebuah motor menyambarku “BRUKKK !!!!”.

Aku tidak ingat lagi apa yang terjadi saat itu, aku merasa berada di alam bebas, sunyi , sepi, , aku hanya melihat danau dengan rumput yang begitu hijau di tepi daratannya. Namun dari kejauhan aku melihat seorang lelaki berbaju putih sedang duduk di atas perahu. Aku lihat lebih jelas lagi, itu adalah Ayahku. ia hanya melihatku,aku mendekatinya ia berkata “jaga Sholatmu, jaga ibadahmu, jaga ibumu, tetap sabarlah nak..” kemudian ia tersenyum dan ia meninggalkanku menjauh menggunakan perahunya. Aku mengejarnya, namun ia tetap pergi menjauh, sangat jauh, sampai tak terlihat .. aku menangis, aku sangat merindukan ayahku. aku berteriak memanggilnya, namun ia tetap tidak peduli.. “Bapak ! Bapak ! Bapak !!!”.  namun aku terkejut, aku baru sadar jika Ayah ku telah tiada sejak setahun lalu. Ternyata semua itu hanya mimpi. Aku membuka mata, aku melihat atap  genting rumahku. Ku lihat di sisi tempat tidur ku ada ibu ku yang sedang mengelap keringat yang ada di kepalaku, kulihat matanya sangat sembab seperti telah menangis terlalu lama. “alhamdulilah, kamu sadar nak..”. aku berusaha bangun dan memeluk ibu ku, “mak, aku minta maaf . Aku gak mau jadi anak durhaka mak, aku gak mau jadi anak yang tidak pernah bersyukur. Aku mau jadi anak mamak yang baik, yang nurut semua kata-kata mamak. Lalu ibuku berkata “ia nak, mamak sudah memafkanmu, mamak juga minta maaf karena tidak mampu membesarkanmu seperti orang lain”. Alhamdulillah ya Allah, terimakasih masih memberiku kesempatan untuk hidup, untuk meminta maaf kepada ibu ku, untuk berbakti kepadanya. Apa yang terjadi jika tadi Kau mencabut nyawaku karena marah padaku yang telah melawan ibu ku. Ibu ku memeluk ku kembali dan tersenyum dan meneteskan air mata bahagia.namun saat itu Aku sangat merasa lapar, aku meminta ibu ku menyuapiku dengan ikan asin yang tadi pagi aku tolak. Dan ikan asin itu terasa sangat nikmat jauh lebih nikmat dari makanan di kantin sekolahku. (2703)

0 komentar:

Post a Comment