Dia Malaikat Tanpa Sayap Ku
Sosok seorang ibu memang sangat melekat
dalam kehidupan kita, sehingga sudah sepantasnya kita membahagiakan ibuk kita
selama ibu kita masih ada, sekecil apapun kita berusaha mencoba membahagiakan
sosok seorang ibu , pasti akan membuat ibu kita merasa bahagia, karena
perhatian seorang anak akan sangat di harapkan oleh seorang ibu walaupun tak
pernah terucap dari bibirnya.
Jalannya sudah tertatih-tatih, karena
usianya sudah lebih dari 70 tahun, sehingga kalau tidak perlu sekali, jarang ia
bisa dan mau keluar rumah. Walaupun ia mempunyai seorang anak perempuan, ia
harus tinggal di rumah jompo, karena kehadirannya tidak diinginkan. Masih
teringat olehnya, betapa berat penderitaannya ketika akan melahirkan putrinya tersebut.
Ayah dari anak tersebut minggat setelah menghamilinya tanpa mau bertanggung
jawab atas perbuatannya. Di samping itu keluarganya menuntut agar ia
menggugurkan bayi yang belum dilahirkan, karena keluarganya merasa malu
mempunyai seorang putri yang hamil sebelum nikah, tetapi ia tetap
mempertahankannya, oleh sebab itu ia diusir dari rumah orang tuanya.
Selain aib yang harus di tanggung, ia
pun harus bekerja berat di pabrik untuk membiayai hidupnya. Ketika ia
melahirkan putrinya, tidak ada seorang pun yang mendampinginya. Ia tidak
mendapatkan kecupan manis maupun ucapan selamat dari siapapun juga, yang ia
dapatkan hanya cemohan, karena telah melahirkan seorang bayi haram tanpa ayah.
Walaupun demikian ia merasa bahagia sekali atas berkat yang didapatkannya dari
Tuhan di mana ia telah dikaruniakan seorang putri. Ia berjanji akan memberikan
seluruh kasih sayang yang ia miliki hanya untuk putrinya seorang, oleh sebab
itulah putrinya diberi nama Love - Kasih.
Siang ia harus bekerja berat di pabrik
dan di waktu malam hari ia harus menjahit sampai jauh malam, karena itu
merupakan penghasilan tambahan yang ia bisa dapatkan. Terkadang ia harus
menjahit sampai jam 2 pagi, tidur lebih dari 4 jam sehari itu adalah sesuatu
kemewahan yang tidak pernah ia dapatkan. Bahkan Sabtu Minggu pun ia masih
bekerja menjadi pelayan restaurant. Ini ia lakukan semua agar ia bisa membiayai
kehidupan maupun biaya sekolah putrinya yang tercinta. Ia tidak mau menikah
lagi, karena ia masih tetap mengharapkan, bahwa pada suatu saat ayah dari
putrinya akan datang balik kembali kepadanya, di samping itu ia tidak mau
memberikan ayah tiri kepada putrinya.
Sejak ia melahirkan putrinya ia menjadi
seorang vegetarian, karena ia tidak mau membeli daging, itu terlalu mahal
baginya, uang untuk daging yang seyogianya ia bisa beli, ia sisihkan untuk
putrinya. Untuk dirinya sendiri ia tidak pernah mau membeli pakaian baru, ia
selalu menerima dan memakai pakaian bekas pemberian orang, tetapi untuk
putrinya yang tercinta, hanya yang terbaik dan terbagus ia berikan, mulai dari
pakaian sampai dengan makanan.
Pada suatu saat ia jatuh sakit, demam
panas. Cuaca di luaran sangat dingin sekali, karena pada saat itu lagi musim
dingin menjelang hari Natal. Ia telah menjanjikan untuk memberikan sepeda
sebagai hadiah Natal untuk putrinya, tetapi ternyata uang yang telah
dikumpulkannya belum mencukupinya. Ia tidak ingin mengecewakan putrinya, maka
dari itu walaupun cuaca diluaran dingin sekali, bahkan dlm keadaan sakit dan
lemah, ia tetap memaksakan diri untuk keluar rumah dan bekerja. Sejak saat
tersebut ia kena penyakit rheumatik, sehingga sering sekali badannya terasa
sangat nyeri sekali. Ia ingin memanjakan putrinya dan memberikan hanya yang
terbaik bagi putrinya walaupun untuk ini ia harus bekorban, jadi dlm keadaan sakit
ataupun tidak sakit ia tetap bekerja, selama hidupnya ia tidak pernah absen
bekerja demi putrinya yang tercinta.
Karena perjuangan dan pengorbanannya
akhirnya putrinya bisa melanjutkan studinya diluar kota. Di sana putrinya jatuh
cinta kepada seorang pemuda anak dari seorang konglomerat beken. Putrinya tidak
pernah mau mengakui bahwa ia masih mempunyai orang tua. Ia merasa malu bahwa ia
ditinggal minggat oleh ayah kandungnya dan ia merasa malu mempunyai seorang ibu
yang bekerja hanya sebagai babu pencuci piring di restaurant. Oleh sebab itulah
ia mengaku kepada calon suaminya bahwa kedua orang tuanya sudah meninggal
dunia.
Pada saat putrinya menikah, ibunya
hanya bisa melihat dari jauh dan itupun hanya pada saat upacara pernikahan di
gereja saja. Ia tidak diundang, bahkan kehadirannya tidaklah diinginkan. Ia
duduk di sudut kursi paling belakang di gereja, sambil mendoakan agar Tuhan
selalu melindungi dan memberkati putrinya yang tercinta. Sejak saat itu
bertahun-tahun ia tidak mendengar kabar dari putrinya, karena ia dilarang dan
tidak boleh menghubungi putrinya. Pada suatu hari ia membaca di koran bahwa
putrinya telah melahirkan seorang putera, ia merasa bahagia sekali mendengar
berita bahwa ia sekarang telah mempunyai seorang cucu. Ia sangat mendambakan
sekali untuk bisa memeluk dan menggendong cucunya, tetapi ini tidak mungkin,
sebab ia tidak boleh menginjak rumah putrinya. Untuk ini ia berdoa tiap hari
kepada Tuhan, agar ia bisa mendapatkan kesempatan untuk melihat dan bertemu
dengan anak dan cucunya, karena keinginannya sedemikian besarnya untuk bisa
melihat putri dan cucunya, ia melamar dengan menggunakan nama palsu untuk
menjadi babu di rumah keluarga putrinya.
Ia merasa bahagia sekali, karena
lamarannya diterima dan diperbolehkan bekerja disana. Di rumah putrinya ia bisa
dan boleh menggendong cucunya, tetapi bukan sebagai Oma dari cucunya melainkan
hanya sebagai babu dari keluarga tersebut. Ia merasa berterima kasih sekali
kepada Tuhan, bahwa ia permohonannya telah dikabulkan.
Di rumah putrinya, ia tidak pernah
mendapatkan perlakuan khusus, bahkan binatang peliharaan mereka jauh lebih
dikasihi oleh putrinya daripada dirinya sendiri. Di samping itu sering sekali
dibentak dan dimaki oleh putri dan anak darah dagingnya sendiri, kalau hal ini
terjadi ia hanya bisa berdoa sambil menangis di dlm kamarnya yang kecil di
belakang dapur. Ia berdoa agar Tuhan mau mengampuni kesalahan putrinya, ia
berdoa agar hukuman tidak dilimpahkan kepada putrinya, ia berdoa agar hukuman
itu dilimpahkan saja kepadanya, karena ia sangat menyayangi putrinya.
Setelah bekerja bertahun-tahun sebagai
babu tanpa ada orang yang mengetahui siapa dirinya dirumah tersebut, akhirnya
ia menderita sakit dan tidak bisa bekerja lagi. Mantunya merasa berhutang budi
kepada pelayan tuanya yang setia ini sehingga ia memberikan kesempatan untuk
menjalankan sisa hidupnya di rumah jompo.
Puluhan tahun ia tidak bisa dan tidak
boleh bertemu lagi dengan putri kesayangannya. Uang pension yang ia dapatkan
selalu ia sisihkan dan tabung untuk putrinya, dengan pemikiran siapa tahu pada
suatu saat ia membutuhkan bantuannya.
Pada tahun lampau beberapa hari sebelum
hari Natal, ia jatuh sakit lagi, tetapi ini kali ia merasakan bahwa saatnya
sudah tidak lama lagi. Ia merasakan bahwa ajalnya sudah mendekat. Hanya satu
keinginan yang ia dambakan sebelum ia meninggal dunia, ialah untuk bisa bertemu
dan boleh melihat putrinya sekali lagi. Di samping itu ia ingin memberikan
seluruh uang simpanan yang ia telah kumpulkan selama hidupnya, sebagai hadiah
terakhir untuk putrinya.
Suhu diluaran telah mencapai 17 derajat
di bawah nol dan salujupun turun dengan lebatnya, jangankan manusia anjingpun
pada saat ini tidak mau keluar rumah lagi, karena di luaran sangat dingin,
tetapi Nenek tua ini tetap memaksakan diri untuk pergi ke rumah putrinya. Ia
ingin betemu dengan putrinya sekali lagi yang terakhir kali. Dengan tubuh
menggigil karena kedinginan, ia menunggu datangnya bus berjam-jam di luaran. Ia
harus dua kali ganti bus, karena jarak rumah jompo tempat di mana ia tinggal
letaknya jauh dari rumah putrinya. Satu perjalanan yang jauh dan tidak mudah
bagi seorang nenek tua yang berada dlm keadaan sakit.
Setiba di rumah putrinya dlm keadaan
lelah dan kedinginan ia mengetuk rumah putrinya dan ternyata purtinya sendiri
yang membukakan pintu rumah gedong di mana putrinya tinggal. Apakah ucapan
selamat datang yang diucapkan putrinya ? Apakah rasa bahagia bertemu kembali
dengan ibunya? Tidak! Bahkan ia ditegor: "Kamu sudah bekerja di rumah kami
puluhan tahun sebagai pembantu, apakah kamu tidak tahu bahwa untuk pembantu ada
pintu khusus, ialah pintu di belakang rumah!"
"Nak, Ibu datang bukannya untuk
bertamu melainkan hanya ingin memberikan hadiah Natal untukmu. Ibu ingin
melihat kamu sekali lagi, mungkin yang terakhir kalinya, bolehkah saya masuk
sebentar saja, karena di luaran dingin sekali dan sedang turun salju. Ibu sudah
tidak kuat lagi nak!" kata wanita tua itu.
"Maaf saya tidak ada waktu, di
samping itu sebentar lagi kami akan menerima tamu seorang pejabat tinggi, lain
kali saja. Dan kalau lain kali mau datang telepon dahulu, jangan sembarangan
datang begitu saja!" ucapan putrinya dengan nada kesal. Setelah itu pintu
ditutup dengan keras. Ia mengusir ibu kandungnya sendiri, seperti juga mengusir
seorang pengemis.
Tidak ada rasa kasih, jangankan kasih,
belas kasihanpun tidak ada. Setelah beberapa saat kemudian bel rumah bunyi
lagi, ternyata ada orang mau pinjam telepon di rumah putrinya "Maaf Bu,
mengganggu, bolehkah kami pinjam teleponnya sebentar untuk menelpon ke kantor
polisi, sebab di halte bus di depan ada seorang nenek meninggal dunia, rupanya
ia mati kedinginan!"
Wanita tua ini mati bukan hanya
kedinginan jasmaniahnya saja, tetapi juga perasaannya. Ia sangat mendambakan
sekali kehangatan dari kasih sayang putrinya yang tercinta yang tidak pernah ia
dapatkan selama hidupnya.
Seorang Ibu melahirkan dan membesarkan
anaknya dengan penuh kasih sayang tanpa mengharapkan pamrih apapun juga.
Seorang Ibu bisa dan mampu memberikan waktunya 24 jam sehari bagi anak-anaknya,
tidak ada perkataan siang maupun malam, tidak ada perkataan lelah ataupun tidak
mungkin dan ini 366 hari dlm setahun. Seorang Ibu mendoakan dan mengingat
anaknya tiap hari bahkan tiap menit dan ini sepanjang masa. Bukan hanya setahun
sekali saja pada hari-hari tertentu. Kenapa kita baru bisa dan mau memberikan
bunga maupun hadiah kepada Ibu kita hanya pada waktu hari Ibu saja
"Mother's Day" sedangkan di hari-hari lainnya tidak pernah
mengingatnya, boro-boro memberikan hadiah, untuk menelpon saja kita tidak punya
waktu.
Kita akan bisa lebih membahagiakan Ibu
kita apabila kita mau memberikan sedikit waktu kita untuknya, waktu nilainya
ada jauh lebih besar daripada bunga maupun
0 komentar:
Posting Komentar