Resensi Film : Working Class Heroes
Beberapa waktu lalu, saya baru saja
menonton sebuah film dokumenter yang berkisah tentang perjuangan kaum buruh di
dua negara berbeda namun dengan nasib buruh yang relatif sama. Yaitu Indonesia
dan Kolombia. Film berdurasi 57 menit ini dibuat oleh dua orang sineas asal
negeri belanda (kalau tak salah. Hehe) yang saya lupa mencatat namanya.
Judulnya adalah Working Class Heroes.
Cerita
dimulai dengan konvoi buruh di Jakarta yang menuntut kenaikan upah. Awal
ceritanya itu lho kawan yang diiringi lagu Indonesia Raya. Betul-betul
menggugah rasa nasionalisme dan menggetarkan jiwa.
Buruh,
baik di Indonesia maupun di Kolombia, sama-sama miris nasibnya. Menjadi korban ketidakadilan
lewat gaji rendah dan sistem kerja outsourcing (kerja kontrak) yang
sangat-sangat memberatkan di tengah kebutuhan hidup yang makin tinggi. Dalam
film ini ketidakadilan tersebut dibuktikan dengan kesaksian dua orang buruh.
Yang pertama adalah Murdania Anggraini/Emon, buruh di salah satu perusahaan elektronik terkemuka, Toshiba.
Selama 10 tahun Emon secara ketar-ketir bertahan hidup di ibukota dengan segala
keterbatasannya sebagai seorang buruh yang bergaji rendah. Emon juga berkisah
bagaimana susahnya ia membesarkan kedua anaknya seorang diri karena telah
bercerai dengan sang suami yang mirisnya bercerai karena sang suami merupakan
buruh outsourcing yang di-PHK ketika kontraknya habis. Dan karena itulah sering
terjadi percekcokan dan berujung pada perceraian.
Di
Kolombia, ada Luis Gomez yang identik nasibnya dengan Emon. 19 tahun bekerja
sebagai security di perusahaan tambang batubara bernama Cerrejon sedikitpun tak
mengubah nasibnya. Nasibnya tidaklah semanis tambang batubara Kolombia yang
merupakan salah satu terbesar di dunia.
Beruntung
masih ada pihak yang mau memperjuangkan hak-hak kaum buruh. Adalah Said Iqbal
dan Igor Diaz yang secara habis-habisan memperjuangkan keadilan bagi kaum
buruh. Said Iqbal, sebagai Presiden FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Metal
Indonesia) memperjuangkan keadilan bagi kaum buruh di Indonesia. Kenaikan upah
dan penghapusan sistem kerja outsourcing menjadi misi utamanya. Secara perlahan
para buruh mulai membaik nasibnya berkat perjuangan FSPMI dengan Said Iqbal
sebagai presidennya yang juga merupakan karyawan di Panasonic. Selain itu,
buruh yang tergabung di FSPMI juga mengikuti kegiatan-kegiatan perlombaan dan
juga sliaturrahmi antar anggotanya yang
senasib sepenanggungan.
Hampir
sama dengan Said Iqbal yang teguh memperjuangkan nasib buruh, Di Kolombia ada
Igor Diaz bersama Sintracarbon (Federasi buruh di Kolombia) yang dikepalainya
juga memperjuangkan hal yang sama. Bahkan di Kolombia nasib buruh lebih tragis
lagi. Gaji rendah, dilarang berorganisasi, dan juga tidak diakui perusahaan
apabila menderita sakit akibat pekerjaan. Igor Diaz ditengah intimidasi dan
ancaman pihak-pihak yang diduga berkaitan erat dengan apa yang diperjuangkannya
tetap teguh menyuarakan keadilan bagi buruh di negaranya. Bahkan akibat
intimidasi dan ancaman tersebut dia dan keluarganya sampai pindah rumah dan
harus dikawal oleh pengawal pribadi jika ingin bepergian.
Pada
akhirnya, perjuangan Said Iqbal dan Igor Diaz berbuah manis. Aksi buruh yang
dimotori Said Iqbal berhasil memenuhi tuntutan kaum buruh atas upah layak
walaupun belakangan masih saja ada buruh yang diperlakukan tidak adil. Senada
dengan Indonesia, Perjuangan buruh Kolombia lewat Igor Diaz dan
Sintracarbon-nya sukses memenuhi keinginan para buruh dalam mendapatkan
keadilan dalam pekerjaannya.
Nah..
dengan momentum pemerintahan baru
ini,
kita berharap siapa pun yang terpilih nanti untuk duduk di pemerintahan dapat
sepenuhnya memperjuangakan aspirasi buruh agar hidup lebih layak dan juga
aspirasi rakyat Indonesia agar lebih sejahtera. Ya.. Semoga.
0 komentar:
Post a Comment