Wednesday, November 5, 2014

Resensi Film : Working Class Heroes

Resensi Film : Working Class Heroes

            Beberapa waktu lalu, saya baru saja menonton sebuah film dokumenter yang berkisah tentang perjuangan kaum buruh di dua negara berbeda namun dengan nasib buruh yang relatif sama. Yaitu Indonesia dan Kolombia. Film berdurasi 57 menit ini dibuat oleh dua orang sineas asal negeri belanda (kalau tak salah. Hehe) yang saya lupa mencatat namanya. Judulnya adalah Working Class Heroes.
            Cerita dimulai dengan konvoi buruh di Jakarta yang menuntut kenaikan upah. Awal ceritanya itu lho kawan yang diiringi lagu Indonesia Raya. Betul-betul menggugah rasa nasionalisme dan menggetarkan jiwa.
            Buruh, baik di Indonesia maupun di Kolombia, sama-sama miris nasibnya. Menjadi korban ketidakadilan lewat gaji rendah dan sistem kerja outsourcing (kerja kontrak) yang sangat-sangat memberatkan di tengah kebutuhan hidup yang makin tinggi. Dalam film ini ketidakadilan tersebut dibuktikan dengan kesaksian dua orang buruh. Yang pertama adalah Murdania Anggraini/Emon, buruh di salah satu  perusahaan elektronik terkemuka, Toshiba. Selama 10 tahun Emon secara ketar-ketir bertahan hidup di ibukota dengan segala keterbatasannya sebagai seorang buruh yang bergaji rendah. Emon juga berkisah bagaimana susahnya ia membesarkan kedua anaknya seorang diri karena telah bercerai dengan sang suami yang mirisnya bercerai karena sang suami merupakan buruh outsourcing yang di-PHK ketika kontraknya habis. Dan karena itulah sering terjadi percekcokan dan berujung pada perceraian.
            Di Kolombia, ada Luis Gomez yang identik nasibnya dengan Emon. 19 tahun bekerja sebagai security di perusahaan tambang batubara bernama Cerrejon sedikitpun tak mengubah nasibnya. Nasibnya tidaklah semanis tambang batubara Kolombia yang merupakan salah satu terbesar di dunia.
            Beruntung masih ada pihak yang mau memperjuangkan hak-hak kaum buruh. Adalah Said Iqbal dan Igor Diaz yang secara habis-habisan memperjuangkan keadilan bagi kaum buruh. Said Iqbal, sebagai Presiden FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia) memperjuangkan keadilan bagi kaum buruh di Indonesia. Kenaikan upah dan penghapusan sistem kerja outsourcing menjadi misi utamanya. Secara perlahan para buruh mulai membaik nasibnya berkat perjuangan FSPMI dengan Said Iqbal sebagai presidennya yang juga merupakan karyawan di Panasonic. Selain itu, buruh yang tergabung di FSPMI juga mengikuti kegiatan-kegiatan perlombaan dan juga sliaturrahmi antar anggotanya yang senasib sepenanggungan.
            Hampir sama dengan Said Iqbal yang teguh memperjuangkan nasib buruh, Di Kolombia ada Igor Diaz bersama Sintracarbon (Federasi buruh di Kolombia) yang dikepalainya juga memperjuangkan hal yang sama. Bahkan di Kolombia nasib buruh lebih tragis lagi. Gaji rendah, dilarang berorganisasi, dan juga tidak diakui perusahaan apabila menderita sakit akibat pekerjaan. Igor Diaz ditengah intimidasi dan ancaman pihak-pihak yang diduga berkaitan erat dengan apa yang diperjuangkannya tetap teguh menyuarakan keadilan bagi buruh di negaranya. Bahkan akibat intimidasi dan ancaman tersebut dia dan keluarganya sampai pindah rumah dan harus dikawal oleh pengawal pribadi jika ingin bepergian.
            Pada akhirnya, perjuangan Said Iqbal dan Igor Diaz berbuah manis. Aksi buruh yang dimotori Said Iqbal berhasil memenuhi tuntutan kaum buruh atas upah layak walaupun belakangan masih saja ada buruh yang diperlakukan tidak adil. Senada dengan Indonesia, Perjuangan buruh Kolombia lewat Igor Diaz dan Sintracarbon-nya sukses memenuhi keinginan para buruh dalam mendapatkan keadilan dalam pekerjaannya.
            Nah.. dengan momentum pemerintahan baru ini, kita berharap siapa pun yang terpilih nanti untuk duduk di pemerintahan dapat sepenuhnya memperjuangakan aspirasi buruh agar hidup lebih layak dan juga aspirasi rakyat Indonesia agar lebih sejahtera. Ya.. Semoga.


0 komentar:

Post a Comment