I Didn’t Mean To Hurt You
Cukup
ceria mentari di pagi ini, menyilaukanku dari pandangan di depan mataku. Tak
terlalu jelas siapa lelaki tinggi yang menghampiriku. Posisi antara matahari
dan kepalanya yang berdekatan membuat ku
tak mengenali sosok orang yang memakai baju polo merah itu. Hanya
senyumannya yang sedikit membuatku ‘engeh’ siapa dia.
“Tumben loe datang cepat Han?”
tanyanya kepada ku tanpa salam.
“Loe ini gua datang lambat di
marahin, datang cepet di tanyain. Apa sih mau loe?” tegas ku kepada Samsul yang
baru datang menghampiriku.
“Hehehe.. Namanya juga orang care sama sohib nya.”
“Kenapa loe dari tadi senyum-senyum
gak jelas terus? Nyengir aja kayak kuda.” Tanya ku
“Hahaha.. Loe ni gak bisa liat
kawan senang sedikit ya. Gua ini lagi terbang melintasi samudra dengan perahu
cinta yang akan menghampiri pulau bahagia” Jawabnya.
“Alay... Sok puitis loe, kayak tukang sol sepatu.” Ejek ku.
“Alay... Sok puitis loe, kayak tukang sol sepatu.” Ejek ku.
“Hahaha.. Kalau orang lagi seneng
kebal sama ejekan men.. cukup aku,
Tuhan, dan dia yang tahu”
“Emang loe lagi kenapa sih? Menang
togel ya? Apa salah pake sabun?”
“Mulut loe ini ya, kayak gak pernah
di bedong. Gua lagi ‘Fall In Love’
lah. Dan jalan di bukanya dengan lebar”
“Sama siapa? Tukang jamu yang di
halte itu” Tanyaku
“Enak aja. Itu loh sama maba yang
ikut pramuka juga. Yang duduk di samping gus kemarin, pake jilbab dan baju
biru. Aku minta pin BB nya. Terus BBMan. Dan tinggal jadian.” Jawab Samsul
dengan keoptimisannya.
‘’Oh maba itu, Resti kan nama nya?”
“Kok loe tau? Kenapa tau? Loe suka
ya sama dia” curiga nya.
“Aamiin..” jawabku.
“Nah loe, tega loe ya sama gua?”
“Abisnya loe, nanya kan bukan
berarti suka. Mana lah gua bisa khianati kawan idiot gua ini gara-gara cewek
aja. Friendship is better than girlfriend”
ujarku.
“Bagus lah, gua kira loe juga suka
sama dia. Tak tertahan aku menampung retakan hati ini, yang terhempas oleh
bintang di sebrang yang berani menggigitku dari belakang. Hufftt...”
“Udah lah alayer. Dari pada
ngebahas yang gak jelas, lebih baik kita masuk kelas. Sudah mau jam 8 ini.”
Ajakku untuk segera masuk kelas, karena perkuliahan akan di muai 5 menit lagi.
***
Gemuruh
angin membuat langit bermuram. Sepertinya bintang lagi ada masalah sama bulan
malam ini, tak terlihat satu pun patriot yang menampakan sinarnya. Lantas masih
kunikmati secangkir teh di teras depan rumahku di temani nyanyian angin.
Ting tong
Terdengar
suara notification dari HP ku. Ternyata ada undangan BBM dari pin yang tak ku
kenal. Biar gak di bilang sombong, aku accept.
Ting tong
Terdengar
kembali, sepertinya ada chat baru.
Tertulis
nama Res’thi di obrolan itu.
Sedikit
tersentak ku membaca namanya. Coba ku perjelas dengan melihat Display Picture nya. Kali ini sentakkan
ku menjadi banyak.
Cewek
yang ditaksiri Samsul tiba-tiba mengajak ngobrol dengan ku via BBM.
“Lagi
apa bang” tanya nya.
Dan
ku jawab dengan apa adanya.
Tapi
dia terus menanyakan seputar aktivitas ku, meski ku jawab dengan sedikit cuek.
Lagi
apa, sama siapa, udah makan, pertanyaan yang menurutku sangat garing.
Tapi
entah mengapa, kesurupan apa, tiba-tiba berkata
“bang, entah kenapa ya setiap adek
liat abang, adek ngerasa tenang. Adek pun gak tau kenapa gitu.. atau
mungkin.......” ujarnya tanpa melanjutkan kata penjelasnya.
Kali
ini aku tidak hanya tersentak, tapi aku bak terjatuh dari Satelit Palapa
tercebur di gunung berlubang magma, bermandikan larva, dan ingin segera
menyusun kata.
Apa
jadinya jika Samsul mengetahuinya. Wanita berjilbab biru nan anggun yang selalu
dia banggakan, ternyata....
Begitu
keras aku memikirkan itu.
Jujur,
aku juga tertarik dengan cewek itu. Tapi tak mau di biliang ‘Pagar makan
tanaman’.
Berat
mengerjakan tugas Akuntansi, lebih berat memikirkan hal yang seperti ini.
Kedua
bola mataku tertuju pada langit kelam itu. Berharap bintang akan muncul dan
membisikan journal antara problem
seperti ini.
Ting Tong.
Terdengar
suara itu 5x dari HP ku.
Hanya
tertulis ‘PING!’ dari pesan itu.
Mungkin Resti begitu menginginkan jawabanku saat itu juga.
Dengan
jari yang sedikit gemetaran, dengan Bismillah ku mengetikkan.
Sedikit
aku bertanya,
“adek tahu kan, sahabat abang suka sama
adek? Kalau gitu cari yang pasti aja ya” tanya dan saranku yang sedikit kejam.
“adek tahu bang. Aku juga tahu
kalau bang Samsul itu sahabat abang. Tapi cinta itu gak bisa di paksa bang.
Adek kan suka nya sama abang.” Jawaban yang membuatku sedikit menciut.
Aku
terus berpikir keras, agar kedua insan muda ini tak ada yang merasa sakit hati.
“maaf ya dek, bukannya abang gak suka sama adek.
Semua cowok normal suka kok sama adek. Tapi abang belum bisa pacaran. Orang tua
abang belum mengijinkan. Abang gak mau melunturkan kepercayaan yang telah
disematkan orangtua abang sama abang. Lagian abang gak bisa mengkhiantai
sahabat seperjuangan dari kecil abang. Mungkin adek lebih ngerti lah. Abang
hanya gak mau ada yang tesakiti J”
begitu panjang alasan yang aku lantunkan di depan HP ku. Alasan yang begitu
klasik yang kurasa bisa dia teriama.
“Ok lah bang. Adek terima pendapat
abang. Makasih ya bang. Tapi kayak nya rasa suka ini gak akan pernah pudar”
jawabnya dengan di sisipkan smiley sedih dan senyum.
Waduh..
jawaban yang singkat tapi sangat mengherankan.
Tak
mau ambil pusing, ku tekan tombol turn
off di sisi kanan ponselku.
***
“Ngapain Han?” tepukan tangan kanan
Samsul yang hampir membuat jantungku copot.
“Nungguin loe lah, lama betul
datangnya.” Jawabku dengan memgang sebuah novel klasik di tangan kananku.
“Abisnya di suruh kerumah gua gak
mau”
“Males tungguin loe mandi. Kayak
nungguin Barbie luluran”
“Hahaha.. kurang asem loe.”
“Kenapa ya si Resti aku BBM dari
semalam sampai sekarang gak di balas-balas.” Tanya nya dengan heran.
“Abis paket kali. Oh iya Sam, loe
ingetkan kata orang tua kita? Kita boleh suka sama cewek. Tapi jangan
berlebihan. Fokusin dulu belajar. Kalau kita sukses, kita tinggal pilih yang
sesuai selera.”
“Kok loe jadi tiba-tiba sok jadi motivator
gitu, udah kayak Tukul loe”
“Gua ngomong karena gua sobat loe,
gua sayang sama orang tua loe. Kalau loe gak mau dengar kata gua, cepet-cepet
loe buat surat pengunduran diri dari persahabatan dengan gua.” Tegasku.
“Ya deh om motivator gua dengerin. Gua
ikutin lah undang-undang loe pasal 0,35 no 0,15 tentang kita.”
“Apa itu?” tanyaku heran.
“Friendship is better than girlfriend” jawabnya dengan senyuman
hangat plus rangkulan persahabatan.
“Nah itu baru sobat gua. Tapi
jangan lama-lama bro tangan loe di
pundak gua. Nanti di sangka kita maho lagi.” Ejekku seraya menurunkan lengan
Samsul dari bahuku.
“Enak aja. Loe aja kali yang maho
gua enggak” ujarnya dan menjauh dari ku 3 langkah.
Begitulah
kami, sulit untuk di satukan tapi tak akan pernah ada makhluk yang mampu
memisahkan.
Tak
ada lagi celah suram di langit. Mentari akan selalu bersinar walaupun belum
bersanding dengan rembulan di pelaminan.
Penulis : LPM35
Sumber Gambar : puisipuisiterbaik.blogspot.com
0 komentar:
Post a Comment