Wednesday, October 8, 2014

My Short Story (I Didn't Mean to Hurt You)

I Didn’t Mean To Hurt You



Cukup ceria mentari di pagi ini, menyilaukanku dari pandangan di depan mataku. Tak terlalu jelas siapa lelaki tinggi yang menghampiriku. Posisi antara matahari dan kepalanya yang berdekatan membuat ku  tak mengenali sosok orang yang memakai baju polo merah itu. Hanya senyumannya yang sedikit membuatku ‘engeh’ siapa dia.

“Tumben loe datang cepat Han?” tanyanya kepada ku tanpa salam.
“Loe ini gua datang lambat di marahin, datang cepet di tanyain. Apa sih mau loe?” tegas ku kepada Samsul yang baru datang menghampiriku.
“Hehehe.. Namanya juga orang care sama sohib nya.”
“Kenapa loe dari tadi senyum-senyum gak jelas terus? Nyengir aja kayak kuda.” Tanya ku
“Hahaha.. Loe ni gak bisa liat kawan senang sedikit ya. Gua ini lagi terbang melintasi samudra dengan perahu cinta yang akan menghampiri pulau bahagia” Jawabnya.
“Alay... Sok puitis loe, kayak tukang sol sepatu.” Ejek ku.
“Hahaha.. Kalau orang lagi seneng kebal sama ejekan men.. cukup aku, Tuhan, dan dia yang tahu”
“Emang loe lagi kenapa sih? Menang togel ya? Apa salah pake sabun?”
“Mulut loe ini ya, kayak gak pernah di bedong. Gua lagi ‘Fall In Love’ lah. Dan jalan di bukanya dengan lebar”
“Sama siapa? Tukang jamu yang di halte itu” Tanyaku
“Enak aja. Itu loh sama maba yang ikut pramuka juga. Yang duduk di samping gus kemarin, pake jilbab dan baju biru. Aku minta pin BB nya. Terus BBMan. Dan tinggal jadian.” Jawab Samsul dengan keoptimisannya.
‘’Oh maba itu, Resti kan nama nya?”
“Kok loe tau? Kenapa tau? Loe suka ya sama dia” curiga nya.
“Aamiin..” jawabku.
“Nah loe, tega loe ya sama gua?”
“Abisnya loe, nanya kan bukan berarti suka. Mana lah gua bisa khianati kawan idiot gua ini gara-gara cewek aja. Friendship is better than girlfriend” ujarku.
“Bagus lah, gua kira loe juga suka sama dia. Tak tertahan aku menampung retakan hati ini, yang terhempas oleh bintang di sebrang yang berani menggigitku dari belakang. Hufftt...”
“Udah lah alayer. Dari pada ngebahas yang gak jelas, lebih baik kita masuk kelas. Sudah mau jam 8 ini.” Ajakku untuk segera masuk kelas, karena perkuliahan akan di muai 5 menit lagi.

***
Gemuruh angin membuat langit bermuram. Sepertinya bintang lagi ada masalah sama bulan malam ini, tak terlihat satu pun patriot yang menampakan sinarnya. Lantas masih kunikmati secangkir teh di teras depan rumahku di temani nyanyian angin.
Ting tong
Terdengar suara notification dari HP ku. Ternyata ada undangan BBM dari pin yang tak ku kenal. Biar gak di bilang sombong, aku accept.
Ting tong
Terdengar kembali, sepertinya ada chat baru.
Tertulis nama Res’thi di obrolan itu.
Sedikit tersentak ku membaca namanya. Coba ku perjelas dengan melihat Display Picture nya. Kali ini sentakkan ku menjadi banyak.
Cewek yang ditaksiri Samsul tiba-tiba mengajak ngobrol dengan ku via BBM.

“Lagi apa bang” tanya nya.

Dan ku jawab dengan apa adanya.
Tapi dia terus menanyakan seputar aktivitas ku, meski ku jawab dengan sedikit cuek.
Lagi apa, sama siapa, udah makan, pertanyaan yang menurutku sangat garing.
Tapi entah mengapa, kesurupan apa, tiba-tiba berkata

“bang, entah kenapa ya setiap adek liat abang, adek ngerasa tenang. Adek pun gak tau kenapa gitu.. atau mungkin.......” ujarnya tanpa melanjutkan kata penjelasnya.

Kali ini aku tidak hanya tersentak, tapi aku bak terjatuh dari Satelit Palapa tercebur di gunung berlubang magma, bermandikan larva, dan ingin segera menyusun kata.
Apa jadinya jika Samsul mengetahuinya. Wanita berjilbab biru nan anggun yang selalu dia banggakan, ternyata....
Begitu keras aku memikirkan itu.
Jujur, aku juga tertarik dengan cewek itu. Tapi tak mau di biliang ‘Pagar makan tanaman’.
Berat mengerjakan tugas Akuntansi, lebih berat memikirkan hal yang seperti ini.
Kedua bola mataku tertuju pada langit kelam itu. Berharap bintang akan muncul dan membisikan journal antara problem seperti ini.
Ting Tong.
Terdengar suara itu 5x dari HP ku.
Hanya tertulis ‘PING!’ dari pesan itu. Mungkin Resti begitu menginginkan jawabanku saat itu juga.
Dengan jari yang sedikit gemetaran, dengan Bismillah ku mengetikkan.
Sedikit aku bertanya,

“adek tahu kan, sahabat abang suka sama adek? Kalau gitu cari yang pasti aja ya” tanya dan saranku yang sedikit kejam.
“adek tahu bang. Aku juga tahu kalau bang Samsul itu sahabat abang. Tapi cinta itu gak bisa di paksa bang. Adek kan suka nya sama abang.” Jawaban yang membuatku sedikit menciut.

Aku terus berpikir keras, agar kedua insan muda ini tak ada yang merasa sakit hati.

“maaf  ya dek, bukannya abang gak suka sama adek. Semua cowok normal suka kok sama adek. Tapi abang belum bisa pacaran. Orang tua abang belum mengijinkan. Abang gak mau melunturkan kepercayaan yang telah disematkan orangtua abang sama abang. Lagian abang gak bisa mengkhiantai sahabat seperjuangan dari kecil abang. Mungkin adek lebih ngerti lah. Abang hanya gak mau ada yang tesakiti J” begitu panjang alasan yang aku lantunkan di depan HP ku. Alasan yang begitu klasik yang kurasa bisa dia teriama.
“Ok lah bang. Adek terima pendapat abang. Makasih ya bang. Tapi kayak nya rasa suka ini gak akan pernah pudar” jawabnya dengan di sisipkan smiley sedih dan senyum.

Waduh.. jawaban yang singkat tapi sangat mengherankan.
Tak mau ambil pusing, ku tekan tombol turn off di sisi kanan ponselku.
                                                            ***

“Ngapain Han?” tepukan tangan kanan Samsul yang hampir membuat jantungku copot.
“Nungguin loe lah, lama betul datangnya.” Jawabku dengan memgang sebuah novel klasik di tangan kananku.
“Abisnya di suruh kerumah gua gak mau”
“Males tungguin loe mandi. Kayak nungguin Barbie luluran”
“Hahaha.. kurang asem loe.”
“Kenapa ya si Resti aku BBM dari semalam sampai sekarang gak di balas-balas.” Tanya nya dengan heran.
“Abis paket kali. Oh iya Sam, loe ingetkan kata orang tua kita? Kita boleh suka sama cewek. Tapi jangan berlebihan. Fokusin dulu belajar. Kalau kita sukses, kita tinggal pilih yang sesuai selera.”
“Kok loe jadi tiba-tiba sok jadi motivator gitu, udah kayak Tukul loe”
“Gua ngomong karena gua sobat loe, gua sayang sama orang tua loe. Kalau loe gak mau dengar kata gua, cepet-cepet loe buat surat pengunduran diri dari persahabatan dengan gua.” Tegasku.
“Ya deh om motivator gua dengerin. Gua ikutin lah undang-undang loe pasal 0,35 no 0,15 tentang kita.”
“Apa itu?” tanyaku heran.
Friendship is better than girlfriend” jawabnya dengan senyuman hangat plus rangkulan persahabatan.
“Nah itu baru sobat gua. Tapi jangan lama-lama bro tangan loe di pundak gua. Nanti di sangka kita maho lagi.” Ejekku seraya menurunkan lengan Samsul dari bahuku.
“Enak aja. Loe aja kali yang maho gua enggak” ujarnya dan menjauh dari ku 3 langkah.

Begitulah kami, sulit untuk di satukan tapi tak akan pernah ada makhluk yang mampu memisahkan.
Tak ada lagi celah suram di langit. Mentari akan selalu bersinar walaupun belum bersanding dengan rembulan di pelaminan.

Penulis : LPM35


Sumber Gambar : puisipuisiterbaik.blogspot.com 

0 komentar:

Post a Comment