Aku, Mawar dan Sepotong Martabak
Aku memiliki
seorang sahabat, ia bernama Mawar.
Menurutku mawar adalah seorang yang periang dan senang menghibur orang
di sekitarnya, termasuk aku. Mawar adalah orang sumatera barat dan aku orang
jawa, namun kami sangat kompak sekali , menurut kami perbedaan itu indah.
Aku dan mawar bertemu saat aku duduk di bangku
SMP kami selalu bersama-sama , bercanda riang, membolos, di hokum bersama, naik
angkot tidak bayar, patah hati, berbagi cerita, berpetualang dan masih banyak
hal lain yang kami lakukan bersama mawar.
Ibu mawar sudah
lama meninggal dunia saat mawar masih duduk di kelas 3 SD. ayah mawar adalah
pedagang martabak keliling Meskipun hanya berjualan kaki lima namun ku akui
Martabak buatan aayah mawar adalah martabak terenak yang pernah lidahku
rasakandan tidak ada yang bisa menandinginya. Mawar kerap kali membawa
martabaknya ke sekolah untuk ku , dan setiap pulang sekolah aku selalu
menyempatkan untuk bermain di rumah mawar meskipun arah rumah kami berlawanan,
selain untuk mengisi kekosongan aku juga akan mendapatkan martabak secara
Cuma-Cuma.
Namun keadaan
berubah saat aku dan Mawar beranjak SMA, kami mendapat SMA yang berbeda. Enam
bulan pertama kami masih kerap main seperti biasa meskipun tidak sesering dulu.
Namun beberapa bulan kemudian aku kehilangan komunikasi dengan mawar. Aku sudah
pernah dating ke rumahnya, namun rumahnya sangat kosong seperti tidak
berpenghuni. Aku sempat berfikir, mungkinkah mawar sudah menemukan penggantiku.
Namun aku menepis perasangka buruk itu, mungkin saja dia sedang sibuk dengan
tugas-tugasnya. Atau mungkin aku yang selama ini tidak peduli dengannya.
Suatu ketika aku
mendapatkan informasi yang sangat mengejutkan hatiku tentang mawar. Mawar
kerasukan makhluk halus saat di kamar mandi di sekolahnya dan dia sudah satu
bulan tidak sadarkan diri . mendengar hal itu jantungku seperti berhenti
bedegup. Bibirku tak dapat bergerak seperti membeku. Aku tidak sepenuhnya
percaya dengan hal itu. Langsung saja ku keluarkan sepeda dari garasi dan aku
melaju menuju rumah mawar yang seperti tak berpenghuni lagi. Di jalan aku terus
mengayun dan berdoa berharap semoga apa yang ku dengar itu adalah berita burung
semata. Sesampai di rumah mawar, keadaan masih tampak kosong. Ku lihat satu
persatu keadaan sekitar. Ntah mengapa tatapan ku teruju pada pohon seri di
depan halaman ruah mawar. Di pohon itu kami selalu menikmati martabak sambil
bercanda gurau. Bayangan ku pun pudar ketika munculah Ayah mawar dengan wajah
murung Dan mempersilahkan masuk ke dalam rumah mawar. Keadaan rumah tidak seperti dahulu. Selama
mawar sakit ayah mawar berhenti berdagang.
Rumah tampak seperti rumah kosong yang tak berpenghuni. Ku lihat di
pojok ruangan mawar sedang tertawa sendirian, rambut panjangnya yang dulu indah
sekarang menjadi tidak beraturan. Mengapa mawar bias tertawa sendirian tanpa ku
? padahal dulu kami selalu berbagi cerita dan tertawa bersama. Sesekali aku
memanggilnya mencoba menyadarkannya bahwa ada aku saat itu, namun dia tetap
tertawa . ku dengar sangat jelas dia memanggil namaku , ternyata dalam keadaan
seperti ini dia masih mengingatku. Aku merangkulnya, airmataku tidak
terbendungkan lagi. Aku tahu, dia juga
tidak mau dengan keadaan seperti ini. aku yakin dia mengetahui bahwa yang
merangkulnya saat itu adalah sahabatnya yang selalu ada untuknya. Aku
memutuskan untuk menyudahi pertemuanku itu.
Seminggu
kemudian aku kembali menemui mawar,namun menurut keterangan tetangganya . mawar
dan ayah nya pergi ke kampong halamannya yaitu di sumatera barat.
Ku harap itu
bukanlah pertemuan ku yang terahir dengan sahabatku mawar. Sampai jumpa di
kemudian hari mawar . aku berjanji, suatu saat aku akan dating menemuimu.
Meskipun aku tidak tahu jelas alamatmu di sumatera barat, akan ku cari alamat
mu hingga kita bias bertemu kembali. Kamu juga harus berjanji, saat kita
bertemu nanti, kamu harus dalam keadaan suda membaik, agar kita dapat berbagi
cerita dan bercanda kembali seperti dulu dan kita bias merasakan martabak
ayahmu kembali bersama-sama. Ingat a mawar, bagaimanapun keadaanmu kamu tetap
sahabatku.
By : Hesti
Sumber Foto : faisalfatih.wordpress.com
0 komentar:
Post a Comment