Tinta Dari Surga
Mentari
pagi mulai menampakkan diri setelah terlelap dalam rayuan sang rembulan.
Terdengar nyanyian burung-burung kecil yang berbaris dibatang pohon daun kapas.
Ayam dan bebek pun tak mau kalah untuk membuat ramai suasana pagi. Semua
makhluk terlihat mensyukuri nikmat sang Ilahi dengan kesibukan tersendiri.
Ini
lah hari pertama ku memulai pemburuan ku dalam mencari ilmu di jejang sekolah
menengah atas. Ku langkahkan kaki setelah selasai berbenah diri. Sementara itu
hembusan angin semilir merasuk di sela-sela tulang rusuk, yang begitu
menyejukan. Ku pandangi, burung-burung yang beterbangan sesuka hati yang di
selingi nyanyian yang sulit untuk ku mengerti. Di sana, masih ada embun yang
enggan melepas dekapan dari dedaunan. Dari jauh ku meliaht sebuah kendaraan,
sang seperti nya akan menghampiri rumahku.
Ternyata
orang tersebut adalah imam. Dengan motor maticnya,
ia menghampiri rumahku. Sejak SMP ia selalu menjemputku jika dia sudah di
perbolehkan membawa motor.
"Dah
siap Han?" tanya Imam ketika berhenti dihadapanku.
"Dah
mam, peralatan tempur mu sudah bawa semua kan?"
"Dah
dong. Dah komplit semua" jawab Imam.
"Biasanya
kan, kamu kan selalu lupa bawa perabotan" candaku.
"Enak
aja, loe kira gua masih kayak dulu lagi. Gua sekarang udah di Senior High
School. Jadi gua udah lebih baik dari yang kemaren." tambahnya
"Hmm...
gaya gayamu. Kamu berubah atau salah makan sarapan Mam? Hehehe.." tambahku.
"Huuu...
dah lah jangan banyak cinacang. Cepat naik, biar kita jadi siswa yang datang
paling awal" pungkas nya.
"Siap
bos."
Kami
pun pergi kesekoalah yang jenjangnya lebih tinggi dari kemaren. Yang jaraknya ± 2
km dari rumahku.
***
Tiba
disekolah baru, dengan situasi dan kondisi yang berbeda begitu banyak yang
kurasa. Dari mulai senang hingga nerveous.
Kutelusuri sekolah dan kucari kelas yang bertuliskan X.I di bagian atas pintu.
Sedangkan Imam harus mencari kelas yang berbeda dengan ku, yaitu X.III. Sambil
mencari, ku juga menikmati hembusan angin yang membuat dedaunan pohon rindang
didepanku ikut bergoyang. Sejauh mataku memandang, belum kudapati seorang pun
siswa atau guru, kecuali seseorang pemuda yang berpakaian biasa dengan
mengenakan peci diatas kepalanya. Sepertinya beliau adalah penjaga sekolah.
Namun kaki tetap ku ayunkan untuk mencari kelasku. Subhanallah.. Ku pandangi,
begitu hijau sekolah baru ku ini. Setiap kelas selalu disisipi taman mini
walaupun hanya beberapa pot tanaman yang mengitari. Akhirnya setelah ku
berjalan cukup jauh, ku temui kelas baru ku. Ku dapati pintu kelas telah
tebuka. Ternyata ada seorang gadis berjilbab hitam duduk di depan bagian kanan
pojok sedang duduk membaca buku. Seperti nya sebuah novel. Ku ucapkan salam
seraya memulai langkah kecil memasuki kelas dan mencoba menghampirinya.
"Wa'alaikum
salam" jawab nya yang sedikit terkejut melihat kedatangan ku.
"Maaf
ini kelas X.I kan?" tanyaku.
"Ya.
Benar. Meyda" memperkenlkan diri seraya menangkupkan tangan didada.
"Farhan
Al-Farizi" jawabku dengan menangkupkan tangan juga.
Aku
pun tak mau berdiri terlalu lama didepan gadis tersebut, akhirnya aku pun
meminta izin untuk duduk di bagian depan pojok kiri. Dia pun membalas dengan
senyuman.
***
Beberapa
menit kemudian, satu persatu generasi bangsa mulai memasuki sekolah. Begitu
juga di kelasku. Saking asiknya membaca komik, tak ku sadari kelasku hampir penuh
dengan teman-teman baruku. Bel pun berbunyi yang menandai kami harus berkumpul
di lapangan tengah sekolah. Kamipun segera bergegas menuju lapangan
sekolah untuk melaksanakan apel pagi. Di sela-sela berbaris ku cuba
menyempatkan diri untuk menggaet teman lebih banyak lagi. Yang
terdengar hanya sambutan kepala sekolah. Hari ini adalah hari pengenlan para
siswa baru dengan lingkungan dan penduduk sekolah atau nama keren nya Masa
Orientasi Siswa (MOS). MOS pun berlangsung selama 3 hari, dan Alhamdulillah tak memiliki kendala yang begitu
berarti.
***
Di
hari ke-4 ku disekolah, aku lebih akrab dengan sekolah. Sudah tidak ada
kecanggungan lagi yang menghadang. Yang ada hanya niat lulus dengan perubahan
diri yang bagus yang kini terbentang. Di sini, aku juga masih mau menjadi
yang terbaik. Yang ingin menikmati buah manis yang nanti akan ku petik.
Kini
proses pembelajaran yang sesungguhnya akan dimulai. Semua siswa telah siap
menikmati hidangan pelajaran dengan duduk saling berpasangan. Namun bukan
berarti harus wanita & pria. Yang kupandangi mereka lebih memilih untuk
duduk dengan sesama jenis. Begitu juga dengan aku. Karena untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan.
Pada
pasangan tempat duduk ku, aku tidak melihat wajah asing lagi. Hanya ada Mulyadi
yang merupakan teman terdekat ku sejak MOS. Untuk kelas baruku, berdasarkan
suara terbanyak akulah yang di amanahkan oleh mereka untuk menjadi imam di kelas ini. Proses belajarpun telah
dimulai. Menurutku, aku tak terlalu sulit untuk beradaptasi dengan
pelajaran-pelajaran disekolah ini. Tekad ku semakin bulat dan kuat untuk
menjadi yang terhebat.
***
Ditemani
sang rembulan yang selalu dikawal oleh para serdadu bintang, kutermenung
melepaskan kegundahan hati. Didalam setiap hembusan nafas, selalu kupanjatkan
doa. Doa kesembuhan untuk ibu yang kurindukan. Ibu yang berjuang melawan para
parasit yang sedang mengganggu. Membuat tanda tanya selalu. Mengapa penyakit
yang mengenaskan seperti itu bisa melekat di ibuku? Yang membuat jarak antara
kami berdua.
Tiba-tiba
terdengar seseorang yang mengucapkan salam di pintu depan rumahku. Aku pun
bergegas untuk membuka pintu. Ternyata guru fisika ku yang ingin menanyakan
letak rumah salah satu temanku. Pak Zainal namanya.
Di
sela-sela perbincangan tentang tujuan pak Zulham mencari rumah Siti, beliaupun
melontarkan beberapa pertanyaan.
"Kok
sepi Han? Dah pada tidur ya?" tanyanya
"tidaklah
pak, adik saya sedang main dirumah tetangga" jawabku.
"kalau
orangtuamu?"
"Ayah
dan adik perempuan Farhan sedang merawat ibu dirumah sakit Cipto pak."
"jauh
betul. Emangnya ibumu sakit apa han?"
"kanker
rahim pak" terdunduk tampak sedih.
"inalillahi
waina ilaihirijiun. Yang sabar ya nak, Allah pasti memberikan kesembuhan buat
ibumu. Yang penting kamu harus selalu menyemangati ibumu. Demi kesehatan beliau
juga."
"Aamiin.
Insya Allah pak."
"terus
kamu tinggal sama siapa saja disini?" tanyanya lagi
"dengan
adik saya pak kelas 1 SD. Adik yang 1 yang usianya 5 tahun ikut dengan orangtua
pak."
Pak
Zainalpun melontarkan senyuman." Yang terpenting kamu harus membuat
orang-orang yang kamu sayang bangga kepadamu. Bapak yakin kamu bisa."
"Insya
Allah pak. Terima kasih pak."
Pak
Zainal pun pamit untuk mengunjungi rumah siti, yang belum jelas ku ketahui niat
& tujuan beliau.
***
Dua
bulan sudah, ku berjuang di sekolah. Menuggu 1 bulan lagi untuk mendapatkan
hasil MID semester. Minggu begitu terasa pilu. Air mata mencoba untuk menyapa.
Perasaan resah dan gelisah yang tak ku temui asal muara. Tiba-tiba terdengar
suara handphone berdering. Ternyata ayahku yang memanggilku. Ku jawab panggilan
beliau, yang awalnya ju anggap ini akan menjadi obat kegalauanku. Namun
kuterdiam sejenak. Setelah ayah memberikan sebuah berita. Siapa sangka, rencana
manusia takkan mampu membaca goresan tinta-Nya. Inilah ketetapan yang telah di
pastikan. Begitu besar rasa sayangku kepada ibuku, takkan mampu
mengalahkan rasa sayang Tuhan kepada hamba-Nya. Ya... ibuku telah dijemput
terlebih dahulu oleh Allah menuju istana-Nya. Kabar yang begitu maha
dasyat, membuat keresahan ku meningkat ribuan kali lipat. Air mata seakan tak
mau ketinggalan melihat kesedihan. Genggaman hp, kulepaskan begitu saja.
Perasaan seperti dihujani meteor berintikan matahari. Aku seperti orang yang
tak sadarkan diri. Terpaku membisu meratapi diri.
***
To
be continued...
0 komentar:
Post a Comment