Gedung Poltek?
Tentu kita sebagai mahasiswa Poltek tau. Gedungnya sendiri berarsitektur
modern. Keliatan dari luarnya dengan 8 lantai yang kalau tak ada plang namanya
mungkin aja dikira hotel. Dalamnya? Jangan tanya, liat aja sendiri. Sistem keamanan
yang serba modern dengan CCTV di setiap penjuru ruangan. Belum lagi bapak-bapak
petugas keamanan yang bikin keamanan makin terjamin. Terus ada juga sistem
pencegahan terhadap kebakaran kayak di negara-negara maju yang kalau ada api
langsung tuh sensornya bekerja dan byuurrrr….keluar air. Hehe.
Ada juga lift
untuk memudahkan mahasiswa bergerak menuju lantai yang lebih tinggi. Lalu ada
Wi-Fi biar mahasiswa gampang mencari bahan kuliah di internet , gampang upload
tugas di learning.polibatam.ac.id, gampang
juga buat update status terbaru di jejaring sosial (Ohoho, jangan
keseringan ya kawan. Fasilitas kampus tuh. Hehe). Belum lagi tiap ruangan
belajar yang full AC. Pokoknya kita sebagai mahasiswa Poltek patut berterimakasih
dengan segala fasilitas dan kemudahan yang diberikan pihak kampus.
Tapi diantara
semua unsur modern yang melekat pada gedung Poltek, Ada unsur kedaerahan yang
masih tetap dipertahankan. Unsur kedaerahan itu tak lain tak bukan yaitu
‘kemelayuan’. Masih bingung apa yang saya maksud kawan? Itu lho, di puncak
tertingginya Poltek ada atap rumah adat melayu. Coba bayangkan Poltek tanpa
atap tersebut. Akan terlalu kental unsur kebaratannya. Juga identitas kita
sebagai orang Indonesia yang kaya akan budaya akan tertutupi.
Memang sih
keliatannya sepele, bahkan mungkin agak terlupakan simbol kemelayuan itu. Tapi
setidaknya itulah pembeda kita orang Indonesia dengan warga negara lain
terutama negara barat. Kita selalu menemukan unsur kedaerahan hampir di semua
aspek kehidupan. Contohnya di Kota Batam tercinta ini. Sangat mudah
menemukannya terlebih yang identik dengan melayu. Bangunan sekolah dan
pemerintahan dengan corak melayu, baju kurung khas melayu dan masih banyak lagi
unsur kemelayuan yang seharusnya kita banggakan.
Nah.. generasi
muda terutama kawan-kawan para mahasiswa yang diharapkan menjadi agent of
change alias agen perubahan sudah seharusnya bagi kita menjaga dan melestarikan
budaya kita sebagai orang Indonesia yang banyak macamnya. Jangan sudah dicaplok
negara lain baru sibuk teriak-teriak. Jangan juga terobsesi dengan budaya
bangsa lain yang bertentangan dengan adat ketimuran kita. Tapi itu semua
terpulang pada kawan-kawan sendiri apakah mau apatis atau mau peduli.
Salam Pers
Mahasiswa!
Penulis : Arif
Safri
wooooow kereeeeeeeeeeen :d
ReplyDelete