Untuk
orang yang selalu menyemangati langkah ku,
Boss
cinta,
Karimun, 24 juni 2011
Bintang,
Gadis
mungil dengan tas samping suramnya melangkah penuh tekad melewati
gerbang-gerbang kotor dipenghujung
jalanan sempit perumahan kumuh. Gadis kecil dengan senyum riang dan khasnya
membawa segelas mimpi diantara deretan tong-tong berisi plastik bekas, seberkas
cahaya bening, memancar menghiasi wajahnya yang jernih. Ia terus melangkah,
matanya tajam menatap kekosongan malam yang mencengkam. Tiba-tiba ia berhenti
merogoh saku celananya, mengeluarkan sesuatu yang unik, jam tangan tua yang
sudah habis batrainya. Dengan secuil senyum riang, ia menatap jarum jam yang
tepat menunjukan pukul 12.00 WIB itu. “sudah pukul duabelas tepat,” ujarnya
yakin, suaranya seakan setetes embun dipagi hari. Menetes beirama.
Jam tangan tua itu, pemberian dari
seorang kakek yang telah lama terbaring kaku ditanah. Kakek itu bernama
luth,sebelum kakek luth meninggal, bintang tinggal bersamanya bintang tidak
pernah menanyakan asal usulnya pada kakek luth, hanya saja sebelum seminggu
kematian kakek luth lelaki tua itu banyak bercerita sambil menangis, ia hanya
memberikan jam tangan tua yang diketahui
bintang didapati diujung kakinya sewaktu kakek luth menemukannya, jarumnya tetap
sama bergelayut pada angka duabelas tepat.
“percayalah,
angka duabelas ini adalah kehidupan mu,suatu saat kamu akan menemukan hidup
sejati mu lewat jam tangan tua ini,” ungkap kakek luth sebelum menghembuskan
nafas terakhir dibalik kerdus-kardus lusuh dan berlubang.
Semenjak itu, bintang menjalani
hidupnya sendiri, belasan tahun bersama kakek luth mengajarkan nya untuk hidup
lebih keras lagi. Ilmu seni yang ia petik dari kakek luth membuat rasa indah
yang ia dapatka dalam menjalani hidup. Teringat pesan kakek luth dulu, saat ia
belajar membuat tulisan beberapa tahun lalu,
“sudah
selesai kau menulis?” tanya kakek luthsembari tersenyum cerah, bintang
menunduk.
“boleh
ku baca?” tanya nya lagi,
“tidak
kek, tulisan ku jelek, tidak ada kandungan seni.” Mata bintang mulai
berkaca-kaca, sebenarnya ia tidak ingin mengucapkan kata-kata itu untuk hasil
karya tulisnya sekalipun. Kakek luth tersenyum, diraihnya kertas usang yang
ditulis oleh huruf-huruf tak beraturan itu.
“ banyak
orang bilang beberapa karya seninya jelek, tak layak atau hancur. Bagi ku karya
seni itu belum indah dan masih perlu pemanis yang namanya inspirasi, jadi
cobalah untuk tetap optimis…”
Senyum
kecil bintang mulai mengembang, semanagtnya terbakar, kakek luth menepuk
pundaknya lalu pergi. Sementara bintang sibuk mencari kertas usang, mencoba
menulis lagi, sebisanya!
. . .
Mentari mulai membias cahaya
keemasannya melalui siluet-siluet awan pagi itu. Bintang terhenyak mendapati
pukulan penjaga toko yang ingin membuka usahanya.
“waa !
lo pagi-pagi uda wat wa mala haa?” terdengar suara tuan Haa Xeen Yon menatap
bintang yang sibuk merapikan kardus tidurnya.
“maaf
baba Haa xeen…”
“walan!
Lo bilang-bilang nama wa tad a abis laa!”
“yaa,ya,
maaf baba Hen xeen yon..” bintang menunduk sendu.
“ya,ya,ya.
Lo bole pelgi laa… awas lo tido lagi si empelan took waa ha? Ada paham lo?”
“ya,
baba Hen xeen yon, wa minta maaf laa…”
“haa,
sikalang lo pelgi cepat-cepat dali sini la, wa uda bosan liat lo…”
Bintang
berlari menyeret kardusnya, ia tidak
menghiraukan cemooh baba Haa xeen yon yang bagai harimau tua sakit gigi.
Hari mulai menyengat, terik mentari
menghitamkan kulit-kulit rawan. Bintang menyimpul rambutnya yang kepirangan
diterpa panasnya raja siang, dijenguknya lagi jam tangan tua tersebut lalu ia
tersenyum penuh semangat menatap sekelilingnya, bagai memburu sesuatu ia
melayangjan tatapan setajam mungkin,
“aku
sudah tujuhbelas tahun, aku layak mempertahankan hidupku!” ucapnya penuh
kobaran.
…
“permisi,
tuan kecil, nyonya dan tuan besar sudah menunggu dibawah” ujar bibi tina
setelah Dawan membuka pintu kamarnya,
“tolong
jangan memanggil ku tuan kecil,” ucap dawan dingin. Karakter bekunya membuat
lawan bicara kaku menyahut. Bibi tina hanya mengangguk lalu pergi.
…
“dawan,
ayah rasa kamu harus memikirkan rencana kuliahmu.”
Ayah
menatap dawan penuh pertimbangan.
“sebentar
lagi
0 komentar:
Post a Comment